Kamis, 03 Desember 2009

Contoh Verbatim

VERBATIM
  • Pendahuluan

Nama : Wina (nama samaran)

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Status : Belum menikah;
anak pertama diantara dua orang kakak beradik


  • Pelaksanaan percakapan pastoral

Hari, tanggal : Senin, 1 Maret 2010

Pukul : 13.45 - 14.45 Wita

Tempat : Asrama (tempat konseli tinggal)

Catatan : Konseli adalah teman dekat konselor dan tinggal satu asrama.
Percakapan ini tidak direncanakan.




OBSERVASI LINGKUNGAN

Percakapan berlangsung di kamar konseli. Situasi kamar cukup tenang karena di dalam kamar hanya ada konselor dan konseli sedangkan teman-teman yang lain tidak berada di asrama, sehingga percakapan berlangsung dengan tidak ada gangguan. Namun, keadaan kamar pada saat itu agak berantakan karena konseli baru tiba di asrama dan belum merapikan kamar, tempat tidurnya juga berantakan dan belum memasang seprai: di atas tempat tidur konseli ada beberapa barang yang berserakan yaitu, buku-buku, tas, beberapa pakaian, parfum, dan juga terdapat selimut yang tidak dilipat. Secara umum, situasi kamar tempat percakapan berlangsung memberi kesan kurang nyaman. Sementara percakapan berlangsung, konseli sambil membereskan barang-barang di atas tempat tidur. Pada awal percakapan pastoral konseli bercakap dengan konselor sambil merapikan barang-barang yang berserakan. Setelah itu konseli duduk bersisihan dengan konselor sambil melanjutkan percakapan.

JALANNYA PERCAKAPAN

Pada siang hari konselor sedang duduk di kamar konseli, tiba-tiba konseli datang sambil membawa tas (konseli baru tiba di asrama setelah empat hari berada di kampungnya).
Terjadi percakapan antara konseli dan konselor. Percakapan itu kemudian berkembang menjadi percakapan pastoral.


1. Ko : Hai , Wina
Ki : Hai… (masuk kedalam kamar dan meletakkan tas di atas tempat tidur)

2. Ko: Kenapa baru tiba?
Ki : Iya, soalnya tadi di jalan macet (dengan wajah murung merapikan barang-barang di atas tempat tidur).

3. Ko : Win, terlihat di wajahmu kalau kamu sedang sedih. Dugaan saya benar bukan?
Ki : Ya, begitulah (masih membereskan barang-barang)

4. Ko : (terdiam sejenak). Kalau boleh saya tahu, apa yang membuatmu sedih?
Ki : Kemarin saya memperkenalkan diri di jemaat, dalam rangka praktek PAK. Namun, saya mendapat kritikan dari anggota jemaat berhubung dengan pakaian yang saya kenakan. Padahal menurut saya pakaian yang saya pakai sudah sangat sopan (konselipun duduk disebelah konselor).

5. Ko : Kenapa demikian? Memangnya pakaian seperti apa yang kamu kenakan?
Ki : Saya mengenakan gaun ungu berkerah, sebatas lutut. Apakah yang seperti itu dapat dikatakan kurang sopan? (dengan suara yang cukup keras)

6. Ko : Saya mengerti apa yang kamu rasakan. Tapi, bukankah lebih baik kalau kamu mengenakan pakaian resmi seperti semi-jas atau yang lainnya ketika memperkenalkan diri di jemaat sebagai mahasiswa fakultas teologi yang sedang praktek.
Ki : . . . (Terdiam. Dari ekspresinya terlihat seperti memikirkan sesuatu). Sepertinya saya tidak akan kembali lagi ke jemaat itu.

7. Ko : Kamu tidak boleh berpikir begitu. Lagipula namamu sudah dibacakan dan kamu sudah memperkenalkan diri di depan jemaat. Jadi, saya rasa itu bukan keputusan yang tepat.
Ki : Iya, benar juga. Memang hal seperti ini tergantung dari jemaat itu sendiri. Jika saya pergi ke jemaat perkotaan pasti mereka tidak akan mempersoalkan pakaian yang saya kenakan. Tapi, pada kenyataannya saya pergi ke jemaat pedesaan, maka hal seperti inilah yang terjadi.

8. Ko : oh, baguslah kalau kamu berpikir demikian. Jadi, kamu harus dapat menempatkan diri sesuai dengan situasi dan kondisi dimana kamu berada.
Ki : . . . (terdiam dan berpikir). Sebenarnya, rekan saya (rekan praktek dari konseli) mengenakan gaun yang agak minim dan ketat. Mungkin karena itulah kami mendapat kritikan dari anggota jemaat.


9. Ko : Menurut saya kritikan itu lebih ditujukan kepada rekanmu, karena dia mengenakan pakaian seperti itu.
Ki : Saya juga berpikir demikian. Tapi ketua jemaat menyampaikan kepada kami berdua kritikan tersebut.

10. Ko : Win, mana mungkin kritikan itu hanya ditujukan kepada satu orang, sedangkan kalian adalah satu tim. Jadi, wajar saja jika kritikan itu disampaikan kepada kalian berdua.
Ki : Iya juga sih. (setelah itu terdiam)

11. Ko: Lagipula kritikan itu sama sekali tidak bermaksud untuk menjatuhkan kalian, tetapi ada maksud baik dari jemaat yaitu supaya kalian sebagai calon pendeta dan pengajar mampu menjadi teladan tidak hanya melalui perkataan dan perbuatan tetapi juga dalam penampilan dan cara berpakaian.
Ki : (tersenyum kecil)

12. Ko : Jadi sekarang pengalaman yang tidak mengenakkan ini memberi suatu pelajaran yang berharga bukan?
Ki : Iya, kamu benar (menganggukan kepala).

13. Ko : Kalau begitu sekarang, apa keputusanmu untuk tidak kembali ke jemaat itu akan tetap kamu lakukan?
Ki : Tentu saja tidak (sambil berdiri).

14. Ko : Lalu apa rencanamu setelah ini?
Ki : Saya akan membuktikan kepada jemaat di sana bahwa saya mampu untuk menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan juga dalam cara berpenampilan (dengan wajah berseri-seri).

15. Ko: Win, saya lihat sekarang kamu sudah bisa tersenyum. Kalau bagitu, saya mau kembali ke kamar dulu ya. Nanti kita bercakap-cakap lagi.
Ki : Iya, saya harap juga begitu.


ANALISIS

- Analisis Fisik : Keadaan tubuh Ki terlihat sehat dan memang Ki jarang sekali sakit selama berada di asrama. Ki juga memiliki fisik yang kuat terlihat ketika tiba di asrama Ki membawa tas yang di dalamnya memuat cukup banyak barang (Ki 1).

- Analisis Ekonomi : Keadaan ekonomi Ki dapat dikatakan cukup kuat, dilihat dari keseharian Ki, cara berpenampilan (barang-barang yang dipakai), bahkan setiap minggunya Ki pulang ke kampung padahal biaya tranportasinya cukup besar.

- Analisis Psikologis : Ki masih belum mampu berpikir positif dalam menghadapi suatu masalah, belum mampu untuk mengambil suatu hal yang baik dari pengalaman yang kurang mengenakan. Terlihat ketika Ki menanggapi kritikan dari jemaat, bahkan ketika Ki memutuskan untuk tidak akan melanjutkan praktek di jemaat itu (Ki 5 dan 6) .

- Analisis Spiritual : Kehidupan spiritual Ki masih belum terlalu kuat, dilihat dari cara hidup Ki yang belum terlau fokus pada hal-hal yang menyangkut spiritualitas, jarang sekali pergi ke ibadah, rasa persekutuan masih belum terbina dengan baik.

- Analisis Sosiologis : Ki termasuk orang yang individualis, jarang sekali keluar dari kamar untuk berinteraksi dengan teman-teman yang lain. Bahkan dengan nada bercanda Ki pernah berkata bahwa dirinya anti-sosial.

- Analisis Teologis : Ki percaya bahwa dari setiap masalah dan pergumulan pasti ada hal positif yang bisa ditarik untuk dijadikan bahan pelajaran dalam menjalani hidup. Justru masalah yang dihadapi akan mendewasakan pribadi Ki; bahkan masalah yang terjadi bukanlah penghambat dalam melaksanakan atau melanjutkan pelayanan, melainkan Ki menjadikan apa yang dia alami yakni masalah sebagai motivasi untuk berubah ke arah yang lebih baik (Ki 14).


ANALISIS MENYELURUH

Menurut saya percakapan ini berhasil karena konseli yang pada awalnya merasa sedih, setelah melakukan percakapan menjadi tersenyum; konseli akhirnya tidak membatalkan prakteknya di jemaat tersebut dan memutuskan untuk melanjutkan prakteknya dengan peuh semangat. Konselipun mampu untuk menerima dengan hati terbuka kritikan-kritikan yang ada, dan diakhir percakapan ini konseli mampu untuk mengambil keputusan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar